PROPOSAL
SKRIPSI
PENGARUH
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE-SOLUTION POSING TERHADAP
HASIL BELAJAR FISIKA DAN KARAKTER SISWA SMA
Oleh
MALIASIH
4201411101
Pendidikan
Fisika
JURUSAN
FISIKA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Judul
PENGARUH
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE-SOLUTION POSING TERHADAP
HASIL BELAJAR FISIKA DAN KARAKTER SISWA SMA
B.
Latar
Belakang
Dalam usaha peningkatan sumber daya manusia
yang berkualitas diperlukan strategi belajar mengajar yang diharapkan mampu
memperbaiki sistem pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Pemerintah
berupaya keras dengan memperbaiki sistem pendidikan nasional. Pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. (UUD Sisdiknas:Pasal 3).
Adanya mata pelajaran Fisika di sekolah diharapkan setiap siswa
mampu mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep fisika yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menghasilkan manusia yang mempunyai
kemampuan dan potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa
dan negara.
Mata pelajaran fisika adalah satu mata pelajaran dalam rumpun
sains yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan
deduktif dalam menyelesaiakan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam
sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan
matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap percaya
diri (kurikulum 2004).
Pengajaran fisika selalu diikuti oleh pengerjaan soal-soal.
Pengerjaan soal secara optimal dapat mengetahui hasil pembelajaran. Soal yang
hanya memerlukan satu langkah berfikir, mengingat satu rumus dan hanya
memasukan angka-angka ke dalam rumus, kurang berarti dalam membiasakan berfikir
analisis. Untuk melatih kemampuan tersebut, diperlukan soal penyelesainya
memerlukan langkah berfikir, yang memerlukan panduan dari beberapa konsep yang
berkaitan.
Saat peneliti melakukan pengamatan di beberapa
sekolah,penyelesaian soal-soal fisika menggunakan format diketahui;….
,ditanya-kan…..,dan jawab…, bila diperhatikan secara cermat aspek analisis
penyelesaian belum tampak, karena pada umumnya bagian penyelesaian langsung
akhirnya. Penyelesaian soal-soal fisika yang terpenting adalah kerangka
berfikir penyelesaiannya dan bukan perhitu-ngan matematisnya.
Dalam pengamatan juga diperoleh
informasi sebagai berikut: kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa,
Tingginya interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, kurangnya interaksi
antara siswa dalam pembelajaran. kurangnya kemampuan bekerja sama dalam
belajar, kurang semangatnya siswa dalam mengerjakan tugas. Hal ini terlihat
dari tugas-tugas latihan siswa. Siswa hanya menjawab dengan memasukan
angka-angka ke dalam rumus yang telah ada.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada, dibutuhkan
suatu variasi model pembelajaran, strategi pembelajaran diantaranya model
pembelajaran problem posing. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem
posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk
mengajukan soal sendiri melalui pelajaran soal (berlatih soal secara mandiri)
Model
pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing menuntut
siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Penerapan
model pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing untuk
mata pelajaran fisika di SMA X diharapkan lebih efektif, karena siswa akan
belajar lebih aktif dalam berpikir sehingga konsep fisika dapat lebih mudah
dipahami siswa.
C.
Rumusan
Masalah
Dari uraian di atas dirumuskan masalah dalam penelitian ini :
Apakah ada
pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing tipe pre-solution
posing terhadap hasil belajar fisika dan karakter siswa di SMA?
D.
Pembatasan
Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang
menyangkut sekolah, siswa dan bahan kajian mata pelajaran Fisika, maka perlu
diberi batasan sebagai berikut:
1.
Pembelajaran problem
posing yang dijadikan penelitian adalah pembelajaran problem posing tipe
pre-solution posing .
2.
Materi yang digunakan adalah
Suhu dan Kalor yang merupakan bahan ajar mata pelajaran Fisika SMA kelas X
semester I.
3.
Karakter siswa yang
akan dikembangkan meliputi berfikir kreatif, kritis dan logis bekerja dengan
teliti, jujur dan berperilaku santun serta keterampilan social seperti bekerja
sama dan saling menghargai.
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing tipe pre-solution
posing terhadap hasil belajar fisika dan karakter siswa di SMA?
F.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi siswa : penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah
yang dipelajari sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar.
2.
Bagi guru: sebagai bahan masukan dalam
upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar
fisika siswa SMA.
3.
Bagi sekolah: penelitian ini dapat
memberikan informasi dan kajian dalam pengembangan model pembelajaran yang
tepat untuk pembelajaran siswa di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan
Teori
Problem posing merupakan model
pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah
suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada
penyelesaian soal tersebut. Dalam pembelajaran, problem posing (pengajuan
soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan
penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa
memperkaya ranah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar
secara mandiri.
Problem posing juga dapat
dikatakan sebagai perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal
yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat
dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit.
Dengan demikian,
penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut Guru
menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan.
1. Guru memberikan
latihan soal secukupnya.
2. Siswa diminta
mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus
mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
3. Pada pertemuan
berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di
depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif
berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
4. Guru memberikan
tugas rumah secara individual.
Aurbech menyatakan problem posing bermakna
untuk mengajar kemampuan berfikir kritis, dengan langkah-langkah yaitu: Menguraikan
isi, menggambarkan masalah, menyederhanakan masalah, mendiskusikan masalah dan
mendiskusikan alternatif pemecahan masalah.
Dalam
mencari pemecahan masalah tidak harus didapatkan satu solusi. Seorang guru
harus melatih siswanya untuk mencari kemungkinan solusi yang lain dengan
me-ngembangkan konsekuensi yang diterima jika mereka mengambil salah satu
solusi masalah tersebut.
Dalam pembelajaran problem posing masalah yang diajukan tidak
harus baru. Hal tersebut juga menyangkut pembentukan kembali dari permasalahan
yang telah ada atau bahkan pembentuk masalah dari masalah yang telah ada atau
bahkan pembentuk masalah yang telah diperoleh solusinya. Seperti yang
dinyatakan Dunker (2010) bahwa problem posing tidak bisa dipisahkan
dengan problem solving. Setiap langkah dari pemecahan masalah akan
selalu ada pengajuan masalah di dalamnya.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa problem
posing adalah bentuk model pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal
atau perumusan masalah oleh siswa dan disertai jawaban dari permasalahan
tersebut.
Keterlibatan
siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem
posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak
hanya menerima materi dari guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan
mengembangkan sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan nilai tetapi
dapat meningkatan pengetahuan dan konsep fisika. Kemampuan siswa untuk mengerjakan
soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem
posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila
siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan
siswa untuk me-ngerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk
menjelaskan penyelesaian soal latihan. Penerapan model pembelajaran problem
posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan
konsep fisika.
Silver
(1994) telah mengklasifikasikan problem posing seperti:
(1)
Pre-Solution
Sebelum penyelesaian masalah, dimana beberapa masalah dihasilkan
secara teliti dari stimulus yang disajikan seperti sebuah gambar, kisah atau
cerita, diagram, paparan dan lain-lain.
(2)
During (within-solution)
Selama penyelesaian masalah ketika siswa secara sengaja merubah
suatu hasil dan kondisi dari permasalahan.
(3)
After Problem Posing (post-solution).
Setelah penyelesaian masalah, ketika pengalaman dari konteks
penyelesaian masalah diterapkan pada situasi yang baru.
Model pembelajaran problem posing dapat dikembangkan
dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya (Silver,1994) menjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat
diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai
berikut:
1.
Problem Posing tipe Pre-Solution Posing
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang
dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru , sedangkan
siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.
Problem Posing tipe Within Solution Posing
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub
pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3.
Problem Posing tipe Post
Solution Posing
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang
dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk
mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan
guru. Siswa harus bisa menemukan jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal
menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya,
sehingga guru harus benar-benar menguasai materi.
Problem
posing tipe pre-solution posing merupakan
salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran ini mewajibkan siswa membuat
pertanyaan dan jawaban sendiri berdasarkan soal yang diberikan guru. Berdasarkan pendapat
Aurbech, Suyitno dan Silver. Maka penerapan model pembelajaran problem posing
tipe pre-solution posing adalah sebagai berikut:
a. Menguraikan isi
Guru menjelaskan materi kepada siswa jika perlu untuk
memperjelas konsep menggunakan, pada langkah ini guru memberikan siswa dengan
sebuah kode.
b. Menggambarkan
masalah
Guru memberikan contoh-contoh soal, dengan model problem posing
tipe pre-solution posing yaitu memberi stimulus berupa seperti sebuah gambar,
kisah atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain, kemudian siswa menggambarkan
masalah/ menjabarkan masalah yang diberikan dengan me-ngidentifikasi stimulus
yang diberikan.
c. Membuat masalah
Guru memberi latihan dengan model problem posing tipe
pre-solution posing dengan mengaitkan masalah yang berhubu-ngan dengan
kehidupan mereka sehari-hari.
d. Mendiskusikan
masalah
Pada langkah ini, seorang guru menjadi fasilitator untuk memandu
siswanya berdiskusi untuk memecahkan masalah. Fasilitator atau guru hanya
memantau dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar, tidak boleh ikut
terlibat dalam pemecahan masalah. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan
para siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencari pemecahan masalah
sendiri.
e. Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah
Guru membahas tugas yang diberikan dengan model problem posing
tipe pre solution posing dan guru melatih siswa untuk mencari kemungkinan
pertanyaan lain yang didapat dari stimulus yang diberikan. Dalam penelitian ini
model inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran fisika.
Karakter secara etimologis
barasal dari bahasa Yunani “kasairo” berarti “cetak biru”, “format dasar”,
“sidik” seperti sidik jari. Dalam hal ini karakter adalah given atau
sesuatu yang sudah ada dari sananya. Namun, istilah karakter sebenarnya
menimbulkan ambiguitas. Tentang ambiguitas terminologi “karakter” ini, Mounier
(1956) mengajukan dua cara interpretasi. Ia melihat karakter sebagai dua hal,
yaitu pertama sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja,
atau telah ada begitu saja dalam diri kita, karakter yang demikian ini dianggap
sebagai sesuatu yang telah ada atau kodrat (given). Kedua, karakter juga
bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan mielalui mans seorang individu
mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya
sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed). Ada pula yang
mendefinisikan karakter sebagai berikut:
“Character
determines someone ’s private thoughts and someone’s actions done. Good
character is the inward motivation to do what is right, accordng to the highest
standard of behaviour, in every situation” (Hill, 2002).
Pendidikan
karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu
individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan
bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalam The Six
Pillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts! Coalition
( a project of The Joseph Institute of Ethics). Enam jenis karakter yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas,
jujur, dan loyal
b. Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka
serta tidak suka memanfaatkan orang lain.
c. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan
perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
d. Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati
orang lain.
e. Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan
serta peduli terhadap lingkungan alam.
f. Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin,
dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin
Karakter dapat juga disebut watak, yaitu paduan segala tabiat
manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi “ciri” khusus yang membedakan
orang satu dengan yang lain.
Karakter
dapat dilihat dari tingkah laku ketika orang berinteraksi, yang memiliki arti
psikologis dan etis. Dalam arti psikologis, karakter adalah sifat-sifat yang
demikian nampak dan yang seolah-olah mewakili pribadinya. Sedangkan dalam arti
etis, karakter hams me-ngenai nilai-nilai yang baik dan menunjukkan sifat-sifat
yang selalu dapat dipercaya, sehingga orang berkarakter itu menunjukkan sifat
mempunyai pendirian teguh, baik, terpuji dan dapat dipercaya. Berkarakter
berarti memiliki prinsip dalam arti moral di mana perbuatannya atau tingkah
lakunya dapat dipertanggungjawabkan dan teguh. Kementrian pendidikan Nasional
mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pusat kurikulum
meliputi:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
B.
Kerangka
Berpikir
Sebagian besar
siswa SMA mengalami kesulitan dalam belajar fisika. Kesulitan tersebut
disebabkan karena kurang tertariknya siswa untuk belajar fisika. Penggunaan
model pembelajaran yang kurang tepat dalam proses pembelajaran dapat
menimbulkan kebosanan atau kejenuhan, kurang memahami konsep dan monoton
sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Kejenuhan siswa belajar fisika
menyebabkan siswa lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar
mengajar.
Model pembelajaran problem
posing tipe pre-solution posing menuntut siswa untuk terlibat secara
aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa membuat pertanyaan
dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui
pada soal itu dibuat guru , sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawabannya
sendiri. Selain itu, pembelajaran ini dapat membantu
meningkatkan sikap positif siswa dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran problem posing memberikan kesempatan kepada
siswa berpartisipasi lebih aktif untuk meluangkan ide-idenya.
C.
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran
problem posing tipe
pre-solution posing dapat meningkatkan karakter siswa SMA untuk
materi Suhu dan kalor.
2. Pembelajaran
problem posing tipe
pre-solution posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa
SMA untuk materi Suhu dan Kalor.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu
penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian
akan dilakukan di SMA tertentu.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian akan
dilaksanakan pada semester I kelas X
SMA.
B. Populasi dan
Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA di suatu
kabupaten.
2.
Sample
Sample dalam
penelitian ini adalah 2 kelas siswa pada kelas X SMA tertentu. Sample diambil
secara random, 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas sebagai kelas
control.
C. Metode Penelitian
1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan degan
menggunakan metode quasi eksperimen dengan
desain pretes-posttest.
Kelas
|
Variabel bebas
|
Variabel kontrol
|
A
|
XA
|
T1
|
B
|
XB
|
T2
|
Keterangan:
A : Kelas eksperimen
B : Kelas control
XA: Perlakuan
yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu kelas yang di ajar oleh guru dengan
menggunakan model pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing
XB: Perlakuan
yang diberikan pada kelas kontrol yaitu kelas yang diajar oleh guru de-ngan
menggunakan strategi pembelajaran ekspositori
T1: Hasil tes
belajar fisika kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran problem posing
tipe pre-solution posing
T2: Hasil tes
belajar fisika kelompok kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori.
2.
Prosedur Penelitian
a. Persiapan
-
Perijinan (waktu, tempat, subjek, dan materi)
-
Pembuatan Instrumen dan analisis
instrumen
(Pretest,
lembar pengamatan, kuisioner, tes evaluasi atau
posttest)
b. Pelaksanaan
-
Pretest
-
Pembelajaran dengan penerapan pembelajaran problem posing tipe pre-
solution posing Observasi
c.
Evaluasi (posttest)
d. Respon
(angket atau kuisioner)
e.
Analisis Data
f.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik-teknik
pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Dokumentasi
Metode
dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah ada.
Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai nama-nama peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol serta untuk
memperoleh data nilai awal peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
2.
Tes Tertulis
Tes tertulis terdiri dari pretest
dan posttest. Pretest digunakan untuk mengetahui kondisi awal kedua kelas
sebeum dikenai perlakuan. Posttest digunakan untuk kondisi akhir atau hasil
belajar pada siswa setelah dikenai perlakuan. Sehingga dapat diketahui ada atau
tidaknya peningkatan hasil belajar dan antusias/ motivasi selama pembelajaran.
3.
Observasi
Observasi dilaksanakan untuk
memperoleh data afektif, sikap dan
aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Terutama dalam karakter
siswa.
4.
Kuisioner
Merupakan data penunjang yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan respon dan antusias
siswa terhadap penerapan pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing.
E. Analisis Instrumen
1.
Validitas
Validitas yang digunakan adalah
validitas butir. Teknik yang digunakan adalah teknik korelasi product moment :
Keterangan:
𝑟𝑥y = koefisien korelasi antara variabel X dan
Y, dua variabel yang dikorelasikan
∑𝑥y
= jumlah perkalian x dengan y
𝑥2 =
kuadrat dari x
y2 =
kuadrat dari y
2.
Reliabilitas
Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach
sebagai berikut.
, (Arikunto, 1999: 193)
Dimana: r11 = reliabilitas
instrumen
k = banyaknya
butir pertanyaan atau banyaknya soal
= jumlah varian butir/item
= varian total
Kriteria suatu instrumen
penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien
reliabilitas (r11) > 0,6.
3.
Taraf Kesukaran (TK)
Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:
(Arikunto, 2005: 208)
Dimana:
P = Indeks
kesukaran
B = Banyaknya
siswa yang menjawab soal dengan betul
JS = Jumlah
seluruh siswa peserta tes
Dengan
Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut:
Tingkat Kesukaran (TK)
|
Interprestasi atau Penafsiran TK
|
TK < 0,30
|
Sukar
|
0,30 ≤ TK ≤ 0,70
|
Sedang
|
TK > 0,70
|
Mudah
|
4.
Daya Pembeda (DP)
Menentukan
daya pembeda (DP) digunakan rumus sebagai berikut.
Dimana:
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab
soal dengan benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab
soal dengan benar
= Proporsi peserta kelompok
atas yang menjawab benar
= Proporsi peserta kelompok
bawah yang menjawab benar
Dengan interprestasi DP
sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut.
Tabel
Interprestasi
atau penafsiran Daya Pembeda (DP)
Daya Pembeda (DP)
|
Interprestasi atau penafsiran DP
|
DP ≥ 0,70
|
Baik sekali (digunakan)
|
0,40 ≤ DP < 0,70
|
Baik (digunakan)
|
0,20 ≤ DP < 0,40
|
Cukup
|
DP < 0,20
|
Jelek
|
F. Analisis Data
Analisis
data dalam penelitian ini meliputi analisis tahap awal dan tahap akhir.
a.
Tahap Awal
1). Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas
sampel adalah untuk mengetahui apakah data awal yang diperoleh berdistribusi
normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal, maka untuk analisis lebih
lanjut digunakan digunakan statistika parametrik dan jika tidak akan digunakan
statistika non parametrik. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
H0 : data awal
berdistribusi normal.
H1 : data awal tidak
berdistribusi normal.
Langkah-langkah uji normalitas data
sebagai berikut.
1)
Menyusun data dan mencari nilai
tertinggi dan terendah.
2)
Membuat interval kelas dan menentukan
batas kelas.
3)
Menghitung rata-rata dan simpangan baku.
4)
Membuat tabulasi data ke dalam interval
kelas.
5)
Menghitung nilai Z dari setiap batas
kelas dengan rumus sebagai berikut.
6) Mengubah
harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.
7) Menghitung
frekuensi harapan berdasarkan kurva dengan rumus sebagai berikut.
dengan:
X2 = chi kuadrat.
Oi = frekuensi pengamatan.
Ei = frekuensi yang diharapkan.
8) Membandingkan
harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikansi 5%.
9) Menarik
kesimpulan, yaitu jika maka data
berdistribusi normal.
2). Uji Homogenitas
(Uji F)
Uji homogenitas
dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian memiliki kondisi yang
sama atau homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua
sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam
uji ini adalah sebagai berikut
Distribusi F digunakan
untuk menguji homogenitas varians dari dua kelompok data.
Untuk mengetahui efektivitas.
|
3). Uji Kesamaan rata-rata
Sebelum sampel diberi
perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan rata-rata untuk mengetahui
bahwa kedua sampel itu mempunyai kondisi awal rata-rata yang sama. Langkah-langkah
uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut.
1)
Menentukan hipotesis.
, artinya rata-rata awal kedua kelompok
sama.
,
artinya rata-rata awal kedua kelompok berbeda.
2)
Menentukan α
3)
Menentukan kriteria penerimaan hipotesis
Jika berdasarkan
uji homogenitas, ditunjukkan bahwa varians kedua kelompok homogen maka untuk
pengujian hipotesis ini digunakan rumus:
Dengan
Keterangan:
: rata-rata awal kelompok eksperimen,
: rata-rata awal kelompok kontrol,
n1: banyaknya anggota
kelompok eksperimen,
n2: banyaknya anggota
kelompok kontrol,
:
varians awal kelompok eksperimen, dan
: varians awal kelompok kontrol.
H0 diterima jika .
Apabila data mempunyai varians yang
berbeda maka pengujian hipotesis digunakan rumus sebagai berikut.
Kriteria
pengujiannya adalah terima H0 jika:
dengan
Keterangan:
: rata-rata awal kelompok eksperimen,
: rata-rata awal kelompok kontrol,
n1:
banyaknya anggota kelompok eksperimen,
n2:
banyaknya anggota kelompok kontrol,
: varians awal kelompok eksperimen, dan
: varians awal kelompok kontrol.
4)
Menghitung t
5)
Menentukan simpulan.
b.
Tahap Akhir
1). Uji Normalitas
Uji normalitas
digunakan untuk memastikan atau membuktikan apakah data yang akan dianalisis
terdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini digunakan rumus Chi Kuadrat.
|
2). Uji t-test
Untuk menguji
hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi ditunjukkan pada rumus berikut
:
Uji t-test digunakan untuk
membandingkan penguasaan konsep siswa kelas control dan kelas eksperimen.
3). Uji Regresi Linear
Uji Regresi
Linear untuk mengetahui hubungan antara aktivitas siswa (X) terhadap penguasaan
konsep siswa (kognitif) (Y). Selain itu untuk mengetahui sejauh mana besarnya
pengaruh antara aktivitas siswa dengan penguasaan konsep siswa (kognitif).
Y= ax + b
Y =
Subjeke dalam variable dependen yang diprediksikan
a =
Harga Y ketika harga X= 0 (Harga konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang
menunukkan angka peningkatan ataupun penurunan variable dependen yang
didasarkan pada perubahan variable independen. (Bila + arah garis naik, bila –
arah garis turun )
X =Subyek pada variable independen yang
mempunyai nilai tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung :
Alfabeta
Sugiyono.2009. METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN R&D. Bandung :
Alfabeta
No comments:
Post a Comment