Monday 2 June 2014

Contoh Proposal Skripsi

PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE-SOLUTION POSING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DAN KARAKTER SISWA SMA


Oleh
MALIASIH
4201411101
Pendidikan Fisika



JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Judul
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE-SOLUTION POSING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DAN KARAKTER SISWA SMA
B.     Latar Belakang
 Dalam usaha peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan strategi belajar mengajar yang diharapkan mampu memperbaiki sistem pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Pemerintah berupaya keras dengan memperbaiki sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUD Sisdiknas:Pasal 3).
Adanya mata pelajaran Fisika di sekolah diharapkan setiap siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan konsep-konsep fisika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menghasilkan manusia yang mempunyai kemampuan dan potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara.
Mata pelajaran fisika adalah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaiakan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap percaya diri (kurikulum 2004).
Pengajaran fisika selalu diikuti oleh pengerjaan soal-soal. Pengerjaan soal secara optimal dapat mengetahui hasil pembelajaran. Soal yang hanya memerlukan satu langkah berfikir, mengingat satu rumus dan hanya memasukan angka-angka ke dalam rumus, kurang berarti dalam membiasakan berfikir analisis. Untuk melatih kemampuan tersebut, diperlukan soal penyelesainya memerlukan langkah berfikir, yang memerlukan panduan dari beberapa konsep yang berkaitan.
Saat peneliti melakukan pengamatan di beberapa sekolah,penyelesaian soal-soal fisika menggunakan format diketahui;…. ,ditanya-kan…..,dan jawab…, bila diperhatikan secara cermat aspek analisis penyelesaian belum tampak, karena pada umumnya bagian penyelesaian langsung akhirnya. Penyelesaian soal-soal fisika yang terpenting adalah kerangka berfikir penyelesaiannya dan bukan perhitu-ngan matematisnya.
Dalam pengamatan juga diperoleh informasi sebagai berikut: kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa, Tingginya interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, kurangnya interaksi antara siswa dalam pembelajaran. kurangnya kemampuan bekerja sama dalam belajar, kurang semangatnya siswa dalam mengerjakan tugas. Hal ini terlihat dari tugas-tugas latihan siswa. Siswa hanya menjawab dengan memasukan angka-angka ke dalam rumus yang telah ada.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada, dibutuhkan suatu variasi model pembelajaran, strategi pembelajaran diantaranya model pembelajaran problem posing. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui pelajaran soal (berlatih soal secara mandiri)
Model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Penerapan model pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing untuk mata pelajaran fisika di SMA X diharapkan lebih efektif, karena siswa akan belajar lebih aktif dalam berpikir sehingga konsep fisika dapat lebih mudah dipahami siswa.



C.    Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dirumuskan masalah dalam penelitian ini :
Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing terhadap hasil belajar fisika dan karakter siswa di SMA?

D.    Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut sekolah, siswa dan bahan kajian mata pelajaran Fisika, maka perlu diberi batasan sebagai berikut:
1.    Pembelajaran problem posing yang dijadikan penelitian adalah pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing .
2.    Materi yang digunakan adalah Suhu dan Kalor yang merupakan bahan ajar mata pelajaran Fisika SMA kelas X semester I.
3.    Karakter siswa yang akan dikembangkan meliputi berfikir kreatif, kritis dan logis bekerja dengan teliti, jujur dan berper­ilaku santun serta keterampilan social seperti bekerja sama dan saling menghargai.

E.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka  tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing terhadap hasil belajar fisika dan karakter siswa di SMA?
F.     Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.      Bagi siswa : penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dipelajari sehingga meningkatkan motivasi dan hasil belajar.
2.      Bagi guru: sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar  fisika siswa  SMA.
3.      Bagi sekolah: penelitian ini dapat memberikan informasi dan kajian dalam pengembangan model pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran siswa di sekolah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.  Dalam pembelajaran, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya ranah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. 
Problem posing juga dapat dikatakan sebagai perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai.  Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
1. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
2. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
3. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
4. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Aurbech menyatakan problem posing bermakna untuk mengajar kemampuan berfikir kritis, dengan langkah-langkah yaitu: Menguraikan isi, menggambarkan masalah, menyederhanakan masalah, mendiskusikan masalah dan mendiskusikan alternatif pemecahan masalah.
Dalam mencari pemecahan masalah tidak harus didapatkan satu solusi. Seorang guru harus melatih siswanya untuk menca­ri kemungkinan solusi yang lain dengan me-ngembangkan konsekuensi yang diterima jika mereka mengambil salah satu solusi masalah tersebut.
Dalam pembelajaran problem posing masalah yang diajukan tidak harus baru. Hal tersebut juga menyangkut pembentukan kem­bali dari permasalahan yang telah ada atau bahkan pembentuk masalah dari masalah yang telah ada atau bahkan pembentuk ma­salah yang telah diperoleh solusinya. Seperti yang dinyatakan Dunker (2010) bahwa prob­lem posing tidak bisa dipisahkan dengan prob­lem solving. Setiap langkah dari pemecahan masalah akan selalu ada pengajuan masalah di dalamnya.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah bentuk model pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal atau perumusan masalah oleh siswa dan disertai jawaban dari permasa­lahan tersebut.
Keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indika­tor keefektifan belajar. Siswa tidak hanya me­nerima materi dari guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sen­diri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan ni­lai tetapi dapat meningkatan pengetahuan dan konsep fisika. Kemampuan siswa untuk men­gerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk me-ngerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyele­saian soal latihan. Penerapan model pembela­jaran problem posing dapat melatih siswa be­lajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan konsep fisika.
Silver (1994) telah mengklasifikasikan problem posing seperti:
(1) Pre-Solution
Sebelum penyelesaian masalah, dimana beberapa masalah dihasilkan secara teliti dari stimulus yang disajikan seperti sebuah gam­bar, kisah atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain.
(2) During (within-solution)
Selama penyelesaian masalah ketika siswa secara sengaja merubah suatu hasil dan kondisi dari permasalahan.
(3) After Problem Posing (post-solution).
Setelah penyelesaian masalah, ketika pengalaman dari konteks penyelesaian masa­lah diterapkan pada situasi yang baru.
Model pembelajaran problem posing dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver,1994) menjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut:
1.      Problem Posing tipe Pre-Solution Posing
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru , sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.      Problem Posing tipe Within Solution Posing
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3.       Problem Posing tipe Post Solution Posing
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang dicontohkan oleh guru. Jika guru dan siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menemukan jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru merupakan narasumber utama bagi siswanya, sehingga guru harus benar-benar menguasai materi.
Problem posing tipe pre-solution posing merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pro­ses kegiatan belajar mengajar. Model pembe­lajaran ini mewajibkan siswa membuat perta­nyaan dan jawaban sendiri berdasarkan soal yang diberikan guru. Berdasarkan pendapat Aurbech, Suyitno dan Silver. Maka penerapan model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing adalah sebagai berikut:
a. Menguraikan isi
Guru menjelaskan materi kepada siswa jika perlu untuk memperjelas konsep menggunakan, pada langkah ini guru memberikan siswa dengan sebuah kode.
b. Menggambarkan masalah
Guru memberikan contoh-contoh soal, dengan model problem posing tipe pre-solution posing yaitu memberi stimulus berupa seperti sebuah gambar, kisah atau cerita, diagram, paparan dan lain-lain, kemudian siswa menggambarkan masalah/ menjabarkan masalah yang diberikan dengan me-ngidentifikasi stimulus yang diberikan.
c. Membuat masalah
Guru memberi latihan dengan model problem posing tipe pre-solution posing dengan mengaitkan masalah yang berhubu-ngan dengan kehidupan mereka sehari-hari.
d. Mendiskusikan masalah
Pada langkah ini, seorang guru menjadi fasilitator untuk memandu siswanya berdiskusi untuk memecahkan masalah. Fasilitator atau guru hanya memantau dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar, tidak boleh ikut terlibat dalam pemecahan masalah. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan para siswa bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mencari pemecahan masalah sendiri.
e.  Mendiskusikan alternatif pemecahan masalah
Guru membahas tugas yang diberikan dengan model problem posing tipe pre solution posing dan guru melatih siswa untuk mencari kemungkinan pertanyaan lain yang didapat dari stimulus yang diberikan. Dalam penelitian ini model inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran fisika.
Karakter secara etimologis barasal dari bahasa Yunani “kasairo” berarti “cetak biru”, “format dasar”, “sidik” seperti sidik jari. Dalam hal ini karakter adalah given atau sesuatu yang sudah ada dari sananya. Namun, istilah ka­rakter sebenarnya menimbulkan ambiguitas. Tentang ambiguitas terminologi “karakter” ini, Mounier (1956) mengajukan dua cara interpre­tasi. Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu pertama sebagai sekumpulan kondisi yang te­lah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja dalam diri kita, karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada atau kodrat (given). Kedua, karakter juga bisa dipa­hami sebagai tingkat kekuatan mielalui mans seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebut­nya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed). Ada pula yang mendefinisikan karak­ter sebagai berikut:
“Character determines someone ’s pri­vate thoughts and someone’s actions done. Good character is the inward motivation to do what is right, accordng to the highest standard of behaviour, in every situation” (Hill, 2002).
Pendidikan karakter mengajarkan kebia­saan cara berpikir dan perilaku yang memban­tu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat kepu­tusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Karakter yang menjadi acuan seperti yang terdapat dalam The Six Pillars of Charac­ter yang dikeluarkan oleh Character Counts! Coalition ( a project of The Joseph Institute of Ethics). Enam jenis karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegri­tas, jujur, dan loyal
b. Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka ser­ta tidak suka memanfaatkan orang lain.
c. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan per­hatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.
d. Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan meng­hormati orang lain.
e. Citizenship, bentuk karakter yang mem­buat seseorang sadar hukum dan peratu­ran serta peduli terhadap lingkungan alam.
f. Responsibility, bentuk karakter yang mem­buat seseorang bertanggung jawab, disip­lin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin
Karakter dapat juga disebut watak, yaitu paduan segala tabiat manusia yang bersifat te­tap, sehingga menjadi “ciri” khusus yang mem­bedakan orang satu dengan yang lain.
Karakter dapat dilihat dari tingkah laku ketika orang berinteraksi, yang memiliki arti psikologis dan etis. Dalam arti psikologis, ka­rakter adalah sifat-sifat yang demikian nampak dan yang seolah-olah mewakili pribadinya. Sedangkan dalam arti etis, karakter hams me-ngenai nilai-nilai yang baik dan menunjukkan sifat-sifat yang selalu dapat dipercaya, sehing­ga orang berkarakter itu menunjukkan sifat mempunyai pendirian teguh, baik, terpuji dan dapat dipercaya. Berkarakter berarti memiliki prinsip dalam arti moral di mana perbuatannya atau tingkah lakunya dapat dipertanggung­jawabkan dan teguh. Kementrian pendidikan Nasional mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui pusat kurikulum meliputi:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

B.     Kerangka Berpikir
Sebagian besar siswa SMA mengalami kesulitan dalam belajar fisika. Kesulitan tersebut disebabkan karena kurang tertariknya siswa untuk belajar fisika. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam proses pembelajaran dapat menimbulkan kebosanan atau kejenuhan, kurang memahami konsep dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Kejenuhan siswa belajar fisika menyebabkan siswa lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar mengajar.
Model pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru , sedangkan siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri. Selain itu, pembelajaran ini dapat membantu meningkatkan sikap positif siswa dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran problem posing memberikan kesempatan kepada siswa berpartisipasi lebih aktif untuk meluangkan ide-idenya.



C.       Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.      Pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing dapat meningkatkan karakter siswa SMA untuk materi Suhu dan kalor.
2.      Pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA  untuk materi Suhu dan Kalor.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Tempat dan waktu penelitian
1.    Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di SMA tertentu.
2.    Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada semester I  kelas X SMA.
B.     Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini  adalah seluruh siswa kelas X SMA di suatu kabupaten.
2.    Sample
Sample dalam penelitian ini adalah 2 kelas siswa pada kelas X SMA tertentu. Sample diambil secara random, 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas sebagai kelas control.
C.    Metode Penelitian
1.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan degan menggunakan metode quasi eksperimen dengan  desain  pretes-posttest. 

Kelas
Variabel bebas
Variabel kontrol
A
XA
T1
B
XB
T2
Keterangan:
A : Kelas eksperimen
B : Kelas control
XA: Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen yaitu kelas yang di ajar oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing
XB: Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol yaitu kelas yang diajar oleh guru de-ngan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori
T1: Hasil tes belajar fisika kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran problem posing tipe pre-solution posing
T2: Hasil tes belajar fisika kelompok kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori.


2.      Prosedur Penelitian
a.       Persiapan
-       Perijinan (waktu, tempat,  subjek, dan materi)
-       Pembuatan Instrumen dan analisis instrumen
(Pretest, lembar pengamatan, kuisioner, tes evaluasi atau  posttest)
b.      Pelaksanaan
-       Pretest
-       Pembelajaran dengan penerapan  pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing Observasi
c.       Evaluasi (posttest)
d.      Respon (angket atau kuisioner)
e.       Analisis Data
f.        
D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik-teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.      Dokumentasi
Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah ada. Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai nama-nama peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol serta untuk memperoleh data nilai awal peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2.      Tes Tertulis
Tes tertulis terdiri dari pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengetahui kondisi awal kedua kelas sebeum dikenai perlakuan. Posttest digunakan untuk kondisi akhir atau hasil belajar pada siswa setelah dikenai perlakuan. Sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya peningkatan hasil belajar dan antusias/ motivasi selama pembelajaran.
3.      Observasi
Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data  afektif, sikap dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Terutama dalam karakter siswa.
4.      Kuisioner
Merupakan data penunjang yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan respon  dan antusias siswa terhadap penerapan pembelajaran problem posing tipe pre- solution posing.

E.     Analisis Instrumen
1.      Validitas
Validitas yang digunakan adalah validitas butir. Teknik yang digunakan adalah teknik korelasi product moment :
Keterangan:
𝑟𝑥y   = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan
𝑥y  =  jumlah perkalian x dengan y
𝑥2      =  kuadrat dari x
y2      =  kuadrat dari y
2.      Reliabilitas
Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut.
, (Arikunto, 1999: 193)
Dimana:    r11       =     reliabilitas instrumen
k          =     banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
=     jumlah varian butir/item
       =     varian total
Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.
3.      Taraf Kesukaran (TK)
Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:
 (Arikunto, 2005: 208)

Dimana:
P       =     Indeks kesukaran
B       =     Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul
JS      =     Jumlah seluruh siswa peserta tes
Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut:
Tingkat Kesukaran (TK)
Interprestasi atau Penafsiran TK
TK < 0,30
Sukar
0,30 ≤ TK ≤ 0,70
Sedang
TK > 0,70
Mudah

4.      Daya Pembeda (DP)
Menentukan daya pembeda (DP) digunakan rumus sebagai berikut.

Dimana:
J      =  Jumlah peserta tes
JA     =   Banyaknya peserta kelompok atas
JB     =  Banyaknya peserta kelompok bawah
BA   = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB    =  Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
=   Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
=   Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Dengan interprestasi DP sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut.
Tabel
Interprestasi atau penafsiran Daya Pembeda (DP)
Daya Pembeda (DP)
Interprestasi atau penafsiran DP
DP ≥ 0,70
Baik sekali (digunakan)
0,40 ≤ DP < 0,70
Baik (digunakan)
0,20 ≤ DP < 0,40
Cukup
DP < 0,20
Jelek

F.     Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi analisis tahap awal dan tahap akhir.
a.         Tahap Awal
1). Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas sampel adalah untuk mengetahui apakah data awal yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal, maka untuk analisis lebih lanjut digunakan digunakan statistika parametrik dan jika tidak akan digunakan statistika non parametrik. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.
H0 : data awal berdistribusi normal.
H1 : data awal tidak berdistribusi normal.
Langkah-langkah uji normalitas data sebagai berikut.
1)      Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah.
2)      Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas.
3)      Menghitung rata-rata dan simpangan baku.
4)      Membuat tabulasi data ke dalam interval kelas.
5)      Menghitung nilai Z dari setiap batas kelas dengan rumus sebagai berikut.
                                        
6)   Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.
7)   Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dengan rumus sebagai berikut.
                
dengan:
X= chi kuadrat.
Oi = frekuensi pengamatan.
Ei = frekuensi yang diharapkan.
8)   Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel dengan taraf signifikansi 5%.
9)   Menarik kesimpulan, yaitu jika   maka data berdistribusi normal.

2). Uji Homogenitas (Uji F)
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian memiliki kondisi yang sama atau homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut
Distribusi F digunakan untuk menguji homogenitas varians dari dua kelompok data.

Untuk mengetahui efektivitas.
F = Varians terbesar : Varians terkecil

 
 




3). Uji Kesamaan rata-rata
Sebelum sampel diberi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan rata-rata untuk mengetahui bahwa kedua sampel itu mempunyai kondisi awal rata-rata yang sama. Langkah-langkah uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut.
1)      Menentukan hipotesis.
, artinya rata-rata awal kedua kelompok sama.
 , artinya rata-rata awal kedua kelompok berbeda.
2)      Menentukan α
3)      Menentukan kriteria penerimaan hipotesis
Jika berdasarkan uji homogenitas, ditunjukkan bahwa varians kedua kelompok homogen maka untuk pengujian hipotesis ini digunakan rumus:
                 
Dengan 

Keterangan:
: rata-rata awal kelompok eksperimen,
: rata-rata awal kelompok kontrol,
n1: banyaknya anggota kelompok eksperimen,
n2: banyaknya anggota kelompok kontrol,
 : varians awal kelompok eksperimen, dan
: varians awal kelompok kontrol.
H0 diterima jika  .
Apabila data mempunyai varians yang berbeda maka pengujian hipotesis digunakan rumus sebagai berikut.
                                
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika:
                     dengan
                 
                                    
    
Keterangan:
: rata-rata awal kelompok eksperimen,
           : rata-rata awal kelompok kontrol,
n1: banyaknya anggota kelompok eksperimen,
n2: banyaknya anggota kelompok kontrol,
: varians awal kelompok eksperimen, dan
           : varians awal kelompok kontrol.
4)      Menghitung t
5)      Menentukan simpulan.

b.        Tahap Akhir
1). Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk memastikan atau membuktikan apakah data yang akan dianalisis terdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini digunakan rumus Chi Kuadrat.
χ2 = (fo – fh)2 : fh

 
 



2). Uji t-test
Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi ditunjukkan pada rumus berikut :
https://lh6.googleusercontent.com/-sOKxtfamRyA/UWCNbMOByGI/AAAAAAAAAQ4/ZsnHAbISggc/s552/Rumus+Paired+t+Test.jpg
Uji t-test digunakan untuk membandingkan penguasaan konsep siswa kelas control dan kelas eksperimen.

3). Uji Regresi Linear
Uji Regresi Linear untuk mengetahui hubungan antara aktivitas siswa (X) terhadap penguasaan konsep siswa (kognitif) (Y). Selain itu untuk mengetahui sejauh mana besarnya pengaruh antara aktivitas siswa dengan penguasaan konsep siswa (kognitif).
Y= ax + b
Y  = Subjeke dalam variable dependen yang diprediksikan
a   = Harga Y ketika harga X= 0 (Harga konstan)
b   = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunukkan angka peningkatan ataupun penurunan variable dependen yang didasarkan pada perubahan variable independen. (Bila + arah garis naik, bila – arah garis turun )
X  =Subyek pada variable independen yang mempunyai nilai tertentu.



DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono.2009. METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN R&D. Bandung : Alfabeta

No comments:

Post a Comment