Tuesday 29 April 2014

Soal Untuk Menguji Miskonsepsi pada Optika Geometri

Mini Riset
Materi :Optika Geometri

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jawaban yang tepat dan benar!
1.    Perhatikan beberapa peristiswa pemantulan berikut:
a.       Pemantulan pada cermin datar
b.      Pemantulan pada kertas putih polos
c.       Pemantulan pada air yang tenang
Berikut yang termasuk dalam pemantulan teratur adalah…..?
Alasannya?
2.    Bila seorang anak yang tingginya 150 cm ingin melihat bayangannya pada cermin datar, haruskah cermin itu mempunyai tinggi yang sama dengan anak itu?
Alasannya?
3.    Bagaimana sifat bayangan yang terjadi jika sebuah benda diletakkan di ruang kedua pada cermin cekung?
4.    Jika cahaya mengenai cermin, maka cahaya akan dipantulkan. Apa yang akan terjadi jika cahaya mengenai selembar kertas?
A.    Dipantulkan
B.     Diteruskan melewati kertas
C.     Diserap oleh kertas.
Alasannya?
5.    Sebuah sumber cahaya memancarkan sinar-sinar kesebuah benda di dekatnya, dengan jarak antar benda dan sumber cahaya adalah “d”. jika cahaya diperkuat menjadi dua kali lipat dari semula, apa yang terjadi dari bayangan yang dibentuk benda?
A.    Tetap
B.     Mengecil
C.     Membesar

Alasannya?

Catu Daya Simetris

Catu Daya Simetris
Maliasih (4201411101)
Pendidikan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universutas Negeri Semarang
Abstrak
Catu daya simetris atau sering juga disebut catu daya keluaran ganda atau penyearah keluaran ganda merupkan sebuah power supply yang mampu memberikan output ganda dengan tegangan output simetris saling berkebalikan terhadap ground (positif, negatif dan ground) dimana level tegangan pada terminal positif dan negalif terhadap titik refenrensi (ground) sama tetapi  berkebalikan 180°. Prinsip kerja rangkaian catu daya simetris adalah menurunkan tegangan AC 220 volt menjadi 15volt DC, mengubah tegangan bolak-balik/AC menjadi tegangan searah/DC dan menjadikan output yang dihasilkan yaitu pada +Vcc-ground dan –Vcc-ground memiliki nilai yang sama.
Kata Kunci: catu daya simetris, keluaran ganda, regulator


1.   PENDAHULUAN

Tujuan artikel ini untuk memperdalam dan mempelajari aplikasi penggunaan komponen-komponen elektronika yang sudah di pelajari dalam mata kuliah elektronika analog. Dari sekian banyak komponen elektronika kita dapat merakit atau membuat alat elektronik yang beragam. Artikel ini akan membahas salah satu bentuk aplikasinya yaitu pada catu daya. Semua rangkaian elektronika memerlukan sumber tegangan untuk mengaktifkannya, sumber tegangan ini biasanya disebut adaptor atau power supply atau sering juga disebut dengan catu daya. Catu daya atau power supply merupakan komponen yang sangat penting dalam bidang elektronika. Catu daya yang baik adalah catu daya yang tegangan keluarannya stabil. Catu daya ada 2 jenis yaitu catu daya simetris dan catu daya tunggal. Sedangkan dari bentuknya catu daya ada 2 bentuk yaitu catu daya gelombang penuh dan setengah gelombang. Artikel ini akan membahas tentang catu daya simetris plus.
2.      ISI
a.      Prinsip kerja rangkaian catu daya simetris
Power supply simetris atau sering juga disebut catu daya keluaran ganda atau penyearah keluaran ganda merupkan sebuah power supply yang mampu memberikan output ganda dengan tegangan output simetris saling berkebalikan terhadap ground (positif, negatif dan ground) dimana level tegangan pada terminal positif dan negalif terhadap titik refenrensi (ground) sama tetapi  berkebalikan 180°. Catu daya simetris adalah sebuah rangkaian catu daya dengan output simetris dengan tegangan output yang dapat di atur (adjustment). Prinsip kerja rangkaian catu daya simetris adalah menurunkan tegangan AC 220 volt menjadi 15volt DC, mengubah tegangan bolak-balik/AC menjadi tegangan searah/DC dan menjadikan output yang dihasilkan yaitu pada +Vcc-ground dan –Vcc-ground memiliki nilai yang sama. Karena output yang dihasilkan oleh +Vcc-ground sama dengan yang dihasilkan oleh –Vcc-ground maka catu daya disebut dengan catu daya simetris. Komponen utama rangkaian catu daya yang akan kita bahas disini yaitu trafo step down, dioda silicon dan kondensator elektrolit (elco), sedangkan untuk komponen sekundernya yaitu IC dan transistor yang berfungsi sebagai regulator untuk membersihkan arus DC dari paku – paku tegangan AC yang mana paku – paku ini biasanya memberikan efek bunyi dengung dan desis (noise) pada peralatan audio. Komponen yang digunakan dalam rangkaian catu daya simetris antara lain:
1.      Trasformator-CT
Transformator-CT pada rangkiaan catu daya simetris  berfungsi untuk menurunkan tagngan dari PLN yang semula 220 volt menjadi kurang lebih 15 volt.
2.   Dioda bridge
Dioda bridge dalam rangkaian catu daya simetris berfungsi sebagai penyearah tegangan dari AC manjadi DC atau rectifier.
Dioda bridge dirancang untuk bisa meloloskan dua siklus gelombang ac menjadi satu arah saja. Gelombang dua arah yang telah diubah menjadi satu arah keluaran dari dioda bridge masih memiliki riak atau masih memiliki amplitude tegangan yang tidak rata. Hal ini dikarenakan dioda bridge hanya menghilangkan siklus negatif dan menjadikannya siklus positif tetapi tidak merubah bentuk gelombang sama sekali dimana masih memilki lembah dan bukit.
3.    Kapasitor
     Kapasitor dalam rangkaian catu daya simetris berfungsi sebagai filter atau penyaring atau penghilang riak gelombang yang telah disearahkan oleh dioda bridge.
     Untuk mengatasi keluaran dari dioda bridge masih memiliki riak atau masih memiliki amplitude tegangan yang tidak rata dimanfaatkan kapasitor yang mempunyai kapasitansi yang cukup besar untuk membuat rata gelombang tersebut. Hal ini dikarenakan lamanya proses pelepasan muatan oleh kapasitor sehingga seolah-olah amplitudo dari gelombang tersebut menjadi rata. Sebenarnya jika kita memahami cara kerja kapasitor kita bisa mengerti bahwa tingkat kerataan dari gelombang yang dihasilkan masih dipengaruhi oleh impedansi beban yang kelak akan dihubungkan dengan rangkaian power supply tersebut. Semakin kecil impdeansi beban maka akan menjadikan proses pelepasan muatan pada kapasitor akan semakin cepat, sehingga dengan begitu maka bisa dipastikan gelombang yang semula rata akan berubah kembali menjadi memiliki riak akibat proses pelepasan muatan yang begitu cepat.
4.   Potensimeter
      Potensiometer dalam rangkaian catu daya simetris berfungsi untuk mengubah besarnya input DC.
5.   Regulator DC/IC
Regulator DC/IC yang digunakan ada dua macam, yaitu LM 317 dan LM 337. penggunaan regulator DC variabel LM 317 sebagai regulasi positifnya dan regulator tegangan negative variabel LM 337 sebagai regulasi tegangan negatifnya.
6.   ELCO (Elektrolit Kondensator)
ELCO adalah komponen berkaki 2 yaitu (+) (-) adapun fungsi ELCO adalah menyimpan arus listrik DC, ELCO juga sering di pakai dalam rangkaian apapun, seperti power suply regulator,power, dan lain-lain. ELCO juga bisa rusak kalau tidak kelihatan meletus bisa kita tes pakai AVOMETER, caranya kita colokan kabel AVO ke kaki ELCO, kalau normal jarum avo menunjukkan ke atas lalu perlahan2 turun sampai 0 kalau rusak ELCO gak bisa turun atau keatas lagi.
b.   Penyearah (rectifier)
Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar-1 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya.
gambar 1 : rangkaian penyearah sederhana
Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.

Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground.. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar.

Gambar 3 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor.

c.    Trafo step down
Transformator step-down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penurun tegangan. Transformator jenis ini sangat mudah ditemui, terutama dalam adaptor AC-DC

d.   Rangkaian catu daya simetris
Alat dan Bahan yang dibutuhkan untuk membuat catu daya simetris
Bahan statis:
1.   Steker dan kabel AC            
2.   Switch on off                                   
3.    Fuse / sikring                       
4.   Travo 2A CT                        
5.    Dioda                                   
6.   IC regulator 7812                 
7.    Resistor                                
8.   LED                          
9.   Socked DC
10.                    Elco                
Bahan variabel:             
1.   Kapasitor                  
2.   Dioda IN 4004                     
3.   IC LM 317                           
4.   IC LM 337                           
5.   Potensio streo                       
6.   Probe                                    

1.      KESIMPULAN
Catu daya simetris plus mampu memberikan output ganda dengan tegangan output simetris saling berkebalikan terhadap ground (positif, negatif dan ground) dimana level tegangan pada terminal positif dan negalif terhadap titik refenrensi (ground) sama tetapi  berkebalikan 180°. Catu daya simetris ini sering dibutuhkan pada perangkat elektronika seperti power amplifier, komputer dan lainya. bagian utama rangkaian dasar power supply simetris dapat dibangun menggunakan transformator CT dan dioda yang disusun jembatan (bridge). Tegangan output pada catu daya simetris plus dapat di atur (adjustment).
Prinsip kerja rangkaian catu daya simetris adalah menurunkan tegangan AC 220 volt menjadi 15volt DC, mengubah tegangan bolak-balik/AC menjadi tegangan searah/DC dan dan menjadikan output yang dihasilkan yaitu pada +Vcc-ground dan –Vcc-ground memiliki nilai yang sama menjadikan output yang dihasilkan yaitu pada +Vcc-ground dan –Vcc-ground memiliki nilai yang sama.

2.   DAFTAR PUSTAKA
Elektronika Dasar. 2012. http://elektronika-dasar.web.id/rangkaian/power-supply/power-supply-simetris-output-ganda/ ( diakses pada 20 April 2014 pukul 19.10)
Prasetyo, Didik. 2013. Rangkaian power supply simetris variable  LM317/337. http://didik88.blogspot.com/2011/06/rangkaian-power-supply-simetris.html( diakses pada 20 April 2014 pukul 19.10)
Munir, Agus. 2012. Rangkaian Catu Daya simetris. http://agusmunir.mywapblog.com/rangkaian-catu-daya-simetris.xhtml ( diakses pada 20 April 2014 pukul 19.10)

RANGKAIAN CATU DAYA ATAU POWER SUPPLY. 2012. http://artulag.blogspot.com/2012/11/rangkaian-catu-daya-atau-power-supply.html( diakses pada 28 April 2014 pukul 06.10)

Tuesday 15 April 2014

Laporan Praktikum Interferometer

LAPORAN   PRAKTIKUM GELOMBANG

INTERFEROMETER MICHELSON

oleh
MALIASIH
4201411101
Pendidikan Fisika

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

  Tujuan Percobaan
 1. Memahami interferensi pada interferometer Michelson.
   2. Menentukan panjang gelombang sumber cahaya dengan pola interferensi.

II. Landasan Teori

Interferensi adalah penggabungan superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik ruang. Hasil interfrensi yang berupa pola-pola cincin dapat digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias, dan ketebalan bahan.
Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitude gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola interferensi cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus bersalah dari satu sumber cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber celah tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi.
Pada interferensi, apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fase.
Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360o, yang ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan

Fase 180o. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama dengan Δd menyumbang suatu perbedaan fase δ yang diberikan oleh :
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan interferensi dan pola-polanya yang dihasilkan dari perbedaan panjang lintasan disebut interferometer optic. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis, yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan terferometer pembagi amplitude. Pada pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama dibagi menjadi dua, shingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di layar akan membentuk pola interferensi yang berwujud cincin gelap terang berselang-seling. Pola terang terjadi apabila gelombang-gelombng dari kedua berkas sinar sefase sewaktu tiba di layar. Sebaliknya, pola gelap terjadi apabila gelombang-gelombang dari kedua berkas sinar berlawanan fase sewaktu tiba di layar. Agar pola interferensi nyata, tempat garis-garis gelap terang itu harus tetap sepanjang waktu yang berarti beda fase antara gelombang-gelombang dari kedua celah harus tidak berubah-ubah dan hal ini hanya mungkin apabila kedua gelombang tersebut koheren, yaitu identik bentuknya. 
Untuk interferometer pembagi amplitudo, diumpamakan sebuah gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lagi akan dipantulkan. Kedua gelombang tersebut tentu saja mempunyai amplitudo gelombang yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi. Jika kedua gelombang tersebut bisa disatukan kembali pada sebuah layar, maka akan dihasilkan pola interferensi.
 Gambar di atas merupakan diagram skematik interferometer Michelson. Oleh permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser, sebagian dipantulkan ke M1 dan sisanya ditransmisikan ke M2. Bagian yang dipantulkan ke M1 akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke layar. Adapun bagian yang ditransmisikan oleh M2 juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian bersatu dengan cahaya dari M1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap terang.
Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakkan M2 pada interferometer Michelson dan menghitung cincin yang bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh jarak pergeseran yang berhubungan dengan perubahan cincin :

 Koherensi adalah salah satu sifat gelombang yang dapat menunjukkan interferensi, yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah penjalarannya. Untuk menghasilkan cincin-cincin interferensi, sangat diperlukan syarat-syarat agar gelombang-gelombang yang berinterferensi tersebut tetap koheren selama priode waktu tertentu. Jika salah satu gelombang berubah fasenya, cincin akan berubah menurut waktu.
Laser merupakan contoh sumber cahaya tunggal dari radiasi tampak yangkoheren. Pada panjang gelombang yang lebih panjang, mudah untuk menghasilkan gelombang koheren. Cahaya keluaran laser mempunyai koherensi terhadap waktu dan ruang sangat besar dibandingkan dengan sumber-sumber cahaya yang lain.
Ada dua konsep koherensi yang tidak begantung satu sama lain, yaitu koherensi rruang dan koherensi waktu. Koherensi ruang adalah sifat yang dimiliki dua gelombang yang berasal dari sumber yang sama, setelah menempuh lintasan yang berbeda akan tiba di dua titik yang sama jauhnya dari sumber dengan fase dan frekuensi yang sama.
Sedangkan koherensi waktu adalah sifat yang dimiliki dua gelombang yang berasal dari sumber sama, yang setelah menempuh lintasan yang berbeda tiba di titik yang sama dengan beda fase tetap. Jika beda fase berubah beberapa kali dan secara tidak teratur selama periode pengamatan yang singkat, maka gelombang dikatakan tidak koheren. Koherensi waktu dari sebuah gelombang menyatakan kesempitan spectrum frekuensinya dan tingkat keteraturan dari barisan gelombang. Cahaya koheren sempurna ekivalen dengan sebuah barisan gelombang stu frekuensi dengan spectrum frekuensinya dapat dinyatakan hanya dengan satu garis, sehingga menunjukkan seberapa monokromais suatu sumber cahaya. Dengan kata lain, koherensi waktu mengkarakterisasi seberapa baik suatu gelombang dapat berinterferensi pada waktu yang berbeda.
Panjang koherensi merupakan jarak sejauh mana dapat berinterferensi. Panjang koherensi suatu gelombang tertentu, seperti laser atau sumber lain dapat dijelaskan dari persamaan berikut :
Pada interferometer Michelson, panjang koherensi sama dengan dua kali panjang lintasan optic antara kedua lengan pada interferometer Michelson, diukur pada saat penampakan frinji sama dengan nol. ketika movable mirror digerakkan, maka kedua berkas laser yang melewati L1 dan L2 memiliki jarak lintasan yang berbeda. Sehingga beda optic masing-masing berkas adalah 2L1 dan 2L2. Jadi beda lintasan optisnya dalah :
III. Alat dan Bahan
1. Meja interferometer
2. Sumber cahaya Laser He-Ne
3. Bangku laser
5. Beam splitter
6. Movable mirror (cermin yang digeser)
7. Adjustable mirror (cermin dengan posisi tetap)
8. Lensa cembung
9. Layar

IV. Langkah-Langkah Percobaan
1. Merangkai alat seperti gambar di bawah :
2. Menghidupkan laser
3. Mengatur laser agar tepat melewati lensa hingga terfokus ke beam spliiter.
4. Menutup M2, dan mengatur posisi M1 sehingga berkas sinar pantul dapat   dilihat di layar.
5. Mengatur posisi M2 sehingga cahaya dari M2 berhimpit dengan cahaya dari M1 di layar.
6. Menghitung jumlah frinji sebagai titik acuan perhitungan jumlah frinji awal.
7. Memutar sekrup M2 berlawanan dengan arah jarum jam sehingga pola interferensi dapat dilihat.
8. Menghitung jumlah frinji sebanyak 25 kali.
9. Mencatat perubahan lintasan optis.
10. Mengulangi semua langkah di atas dengan variasi sumber cahaya


V. Data Percobaan

Menentukan panjang gelombang sumber cahaya
No.
N
dm(m)
 dm(m)
1
25
5
0,18.10-3

2
30
5
0,2.10-3
0,02.10-3
3
35
5
0,22.10-3
0,02.10-3
4
40
5
0,245.10-3
0,025.10-3
5
45
5
0,265.10-3
0,02.10-3
6
50
5
0,285.10-3
0,02.10-3
7
55
5
0,31.10-3
0,025.10-3


VI.  Analisis Data
Menentukan panjang gelombang sumber cahaya

VII. Pembahasan

Interferensi gelombang adalah perpaduan dua gelombang atau lebih pada suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Salah satu alat yang digunakan untuk mengindentifikasi pola interferensi tersebut adalah interferometer. Salah satu jenis interferometer tersebut adalah Interferometer Michelson.
Pada percobaan Interferometer Michelson dilakukan dengan meletakkan secara tegak lurus posisi Movable Mirror dan Adjustable Mirror yang ditengahi oleh split. Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yang diakibatkan oleh pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati lensa 1,8 nm. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase dan penguatan fase (yang biasa disebut sebagai interferensi) yang selanjutnya menyebabkan munculnya pola-pola pada cincin.
Prinsip dari percobaan interferometer Michelson yang telah dilakukan, yaitu seberkas cahaya monokromatik yang dipisahkan di suatu titik tertentu sehingga masing-masing berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang berbeda, dan kemudian disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang letaknya saling tegak lurus dengan titik pembagi berkas tersebut. Setelah berkas cahaya monokromatik tersebut disatukan maka akan didapat pola interferensi akibat penggabungan dua gelombang cahaya tersebut. Pola interferensi itu terjadi karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut. Jika panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan masuk ke pusat pola. Jarak lintasan yang lebih panjang akan mempengaruhi fase gelombang yang jatuh ke layar. Bila pergeseran beda panjang lintasan gelombang cahaya mencapai λ maka akan terjadi interferensi konstruktif yaitu terlihat pola terang, namun bila pergeserannya hanya sejauh λ/4 yang sama artinya dengan berkas menempuh lintasan λ/2 maka akan terlihat pola gelap.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah mengkalibrasi interferometer Michelson dengan cara mengatur posisi laser, beam splitter, kedua cermin dan lensa agar sinar laser yang melewati semua peralatan tersebut tepat segaris. Kemudian mencari pola interferensi dengan cara menggeser-geser salah satu cermin sampai dihasilkan pola gelap terang (cincin) pada layar. Kalibrasi mikrometer ini bertujuan untuk menentukan nilai 1 skala micrometer (d) pada alat belum tentu sama dengan pergeseran cermin (movable mirror) sebesar 1μm. Kalibrasi mikrometer dilakukan dengan menggeser movable mirror tiap 1mmhingga mencapai 25 pergeseran skala mikrometer. Akibat pergeseran skala mikrometer maka pada layar akan nampak perubahan jumlah cincin. Sehingga dari transisi cincin yang terhitung dapat ditentukan nilai tiap skala mikrometer dengan menganggap nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,8nm. Hasil dari kalibrasi micrometer tersebut kemudian digunakan sebagai nilai patokan untuk perhitungan selanjutnya yaitu penentuan nilai panjang gelombang laser.
Dalam eksperimen ini, dilakukan pengamatan terhadap dua variable, yaitu pengamatan terhadap penambahan jumlah cincin dan pengamatan terhadap pergeseran Movable mirror dari titik acuan awal perhitungan. Pergeseran pada Movable mirror tersebut dilakukan dalam orde mikrometer. Sehingga guna kehati-hatian dalam mendapatkan data yang valid, selain melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap mikrometer pada interferometer, praktikan juga melakukan perhitungan matematis terhadap penentuan nilai yang pasti dan pengkalibrasian titik awalnya.
Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa penambahan dan banyaknya jumlah cincin (N) berbanding lurus dengan pergeseran Movable mirror yang dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya nilai N (banyaknya cincin), maka nilai dm (jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan) juga menunjukkan angka yang semakin besar.
Misalnya saat N=25, pergeseran Movable mirror (dm) memberikan angka 1,6.10-6 m. Sedangkan saat N=30, pergeseran Movable mirror (dm) memberikan angka 4,7.10-6 m; saat N=35, pergeseran Movable mirror (dm) bernilai 6,4.10-6 m; dan demikian seterusnya hingga N=50, pergeseran Movable mirror (dm) menunjukkan angka 1,08.10-6 m.
Untuk menentukan panjang gelombang dalam percobaan ini menggunakan persamaan :


Dari percobaan Interferometer Michelson didapatkan nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah 613 nm. Secara teori, panjang gelombang laser He-Ne adalah 632,86 nm. Adanya selisih ini disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Terutama saat mengkalibrasi interferometer.

VIII. Kesimpulan

1. Pada Interferometer panjang lintasan dirubah dengan diperpanjang maka yang akan terjadi adalah pola-pola cincin akan masuk ke pusat pola. Sehingga panjang lintasan optic sebanding dengan jumlah cincin yang terjadi.
2. Nilai panjang gelombang laser He-Ne adalah :

IX. Daftar Pustaka

Oktavia, A. 2006. Penggunaan Interferometer Michelson Untuk Menentukan Panjang Gelombang Laser Dioda dan Indeks Bias Bahan Transparan. Semarang : Skripsi S1 FMIPA UNDIP.

Solihin, Abdus. 2010. Eksperimen Interferometer Michelson Laporan Eksperimen Fisika II. Jember : Laboraturium Optoelektronika dan Fisika Modern Jurusan Fisika Universitas Negeri Jember.

Tippler, P.A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.